Negara Diktator Larang Rayakan Natal, Konsekuensinya Dihukum Mati
Togel Online Terbaik – Korea Utara yang dipimpin diktator juga mengatur kehidupan beragama warganya. Mereka dilarang menganut agama juga merayakan Natal.
Hari Raya Natal diperingati umat Kristiani tiap-tiap 25 Desember. Namun, rupanya tidak semua negara melepas warganya untuk merayakan hari kelahiran Yesus Kristus ini.
Salah satu negara yang paling ketat mengatur kehidupan beragama rakyatnya adalah Korea Utara yang waktu ini dipimpin Kim Jong Un. Tak cuma melarang Natal, semua warga Korea Utara dilarang memeluk agama dan merayakan hari besar keagamaan apapun.
Warga Korea Utara mesti jadi atheis. Jika melanggar, mereka dapat dipenjara hingga dihukum mati.
Negara Diktator Larang Rayakan Natal, Konsekuensinya Dihukum Mati
Dilansir berasal dari CNBC Indonesia yang mengutip The Independent, seorang pembelot Korea Utara bernama Kang Jimin menceritakan bahwa dia sama sekali tidak tahu Natal waktu tinggal di Pyongyang.
“Natal adalah hari kelahiran Yesus Kristus tetapi Korea Utara tahu merupakan negara komunis sehingga orang-orang tidak tahu siapa Yesus Kristus. Mereka tidak tahu siapa Tuhan. Keluarga Kim adalah Tuhan mereka,” kata Jimin.
Anehnya, pohon yang dihiasi pernak-pernik dan lampu Natal dapat ditemukan di Pyongyang, tetapi pohon berikut ada sepanjang tahun dan warga tidak tahu konotasi perayaannya bersama hari raya umat Kristiani.
Meski begitu, peristiwa mencatat bahwa Korea Utara pernah jadi negara Kristen sebelum saat Perang Korea pecah. Bahkan, banyak pendeta sebetulnya berasal berasal dari lokasi utara Korea.
“Sekitar 60 tahun lalu, Korea Utara adalah negara yang terlalu Kristen. Bahkan orang-orang menyebutnya ‘Jerusalem di Timur’,” kata Jimin.
Hingga waktu inipun, dia meyakini, tetap ada rakyat Korea Utara yang diam-diam mempraktekkan ajaran Kristiani, walau ada konsekuensi berat yang mesti mereka tanggung jikalau ketahuan.
“Anda tidak dapat mengatakan bahwa Anda beragama Kristen. Jika Anda melakukannya, mereka dapat mempunyai Anda ke kamp penjara,” katanya.
“Saya mendengar ada sebuah keluarga yang percaya kepada Tuhan dan polisi menangkap mereka. Mereka semua kini meninggal – bahkan anak-anak – yang berusia 10 tahun dan 7 tahun,” ia menambahkan.
“Teman aku bekerja di polisi rahasia dan dia mengatakan kepada aku bahwa mereka menangkap keluarga Kristen yang mencoba sebabkan orang berubah agama,” lanjutnya.
Namun, mesti dicatat bahwa ada lebih dari satu gereja Kristen yang dapat dukungan dan dikendalikan oleh negara di Korea Utara. Akan tetapi, bentuknya terlalu tidak sama bersama gereja pada umumnya.
Pusat Database Hak Asasi Manusia Korea Utara (NKDB) memperkirakan terdapat 121 sarana keagamaan di negara tersebut, juga 64 kuil Buddha, 52 kuil Cheondoist, dan lima gereja Kristen yang dikendalikan negara.
Menurut Kang, gereja itu tak dapat dikunjungi warga biasa. Alih-alih digunakan sebagai area ibadah, gereja di Korea Utara cuma dijadikan sebagai area kunjungan turis.
“Kalau ada orang yang bertanya, ‘Apa di sini ada gereja?’, mereka dapat menjawab: ‘Tentu saja kami mempunyai gereja, kami mempunyai sepenuhnya dikarenakan kami adalah negara yang bebas’, kemudian mereka dapat mengajak tur ke sana.”